Koteka adalah pakaian untuk menutup kemaluan laki-laki dalam budaya sebagian penduduk asliPulau Papua. Koteka terbuat dari kulit labu air, Lagenaria siceraria. .
Ukuran dan bentuk koteka tak berkaitan dengan status pemakainya. Ukuran biasanya berkaitan dengan aktivitas pengguna, hendak bekerja atau upacara. Banyak suku-suku di sana dapat dikenali dari cara mereka menggunakan koteka. Koteka yang pendek digunakan saat bekerja, dan yang panjang dengan hiasan-hiasan digunakan dalam upacara adat.
Setiap suku memiliki perbedaan bentuk koteka. Orang Yali, misalnya, menyukai bentuk labu yang panjang. Sedangkan orang Tiom biasanya memakai dua labu.
Setiap suku memiliki perbedaan bentuk koteka. Orang Yali, misalnya, menyukai bentuk labu yang panjang. Sedangkan orang Tiom biasanya memakai dua labu.
Koteka dilarang dikenakan di kendaraan umum dan sekolah-sekolah. Kalaupun ada, koteka hanya untuk diperjualbelikan sebagaicenderamata.
Di kawasan pegunungan, seperti Wamena, koteka masih dipakai. Untuk berfoto dengan pemakainya, wisatawan harus merogoh kantong beberapa puluh ribu rupiah. Di kawasan pantai, orang lebih sulit lagi menemukannya.
Operasi Koteka
Sejak 1950-an, para misionaris mengampanyekan penggunaan celana pendek sebagai penganti koteka.Suku Dani diLembah Baliem saat itu kadang-kadang mengenakan celana, namun tetap mempertahankan koteka.
Pemerintah RI sejak 1960-an pun berupaya mengurangi pemakaian koteka. Melalui para gubernur, sejak Frans Kaisiepo pada 1964, kampanye antikoteka digelar.